Sunday 12 January 2014

Pongah, sombong dan dengki

Di sini gw ingin mengutip beberapa twit, sekaligus memberi sanggahan. Ya mungkin gw akan dibilang pongah, bebal, atauu bahasa kasar lainnya, tapi gw masih percaya “there’s no stupid question” . beberapa twit dari pendakwah kondang kita yang mengultus dirinya muslim. Beberapa kultwit doi memang eksplisit menentang sesuatu, dan hanya beracuan pada agama. Lho salah? Ga sih sebenernya, tapi perlu disadari bahwa ilmu bukan hanya muncul dari 3 sumber itu saja. Bahkan sumber ketiga yang kita ketahui bersama haruslah berpedoman pada bidang keilmuan lain. Maka baru kita dapat dikatakan beragama dan berilmu.

Bila kita sudah terbiasa mencari cela dan salah dari orang lain | wajar bila tidak ada kebaikan yang bisa ditemukan dari kita

Banyak orang bertanya namun hatinya penuh kedengkian | maka diam itu jawaban bagi yang tak berhak atas jawaban
Kayu rusak tak bisa dipahat, hati dengki tak mempan nasihat | orang pandir tak perlu didebat, karena untuk baik ia tak niat

Karya memang bisa dikritik | namun kritik itu jelas bukan karya

Ya cukup dulu empat itu...  mari kita telaah secara keseluruhan. Logikanya, orang bertanya maka ia tak tahu kan?
“ada yang nanya karena ngetes, atau jumawa karena merasa lebih pintar”
Hmmm gitu, mari kita berlogika. Gw tau apa itu gajah, maka gw iseng nanya ke guru matematika, “pak gajah itu apa?” jawabannya paling logis adalah “gajah ya binatang besar, dengan telinga besar, dan belalai panjang” measure, masuk akal karena guru matematika. Tapi apa cukup dengan jawaban itu sedangkan gw tau lebih banyak dari itu? maka lebih tepat nanya ke guru biologi kan? “pak gajah itu apa?”, jawabannya tentu akan lebih mendalam, “gajah itu binatang besar bertulang belakang (vertebrata), kelas mamalia (menyusui) yang berbelalai panjang, habitatnya dimana, makannya apa, dsb”
Lebih masuk akal. Tapi ya namanya orang jumawa, “ah gw tau itu sih, belajar dari SD” sombong dooong. Gw tau semua yang dia kasi tau, maka gw akan nanya ke yg lebih ahli, ngetes nih ceritanya. Ahli biologi atau ahli mamalia sebutlah di balai pengayoman satwa. “pak gajah itu apa?”
Ya dan jawaban akan mendekati guru biologi, tapi akan ada hal menarik yang (terkadang ga penting) tapi malah jadi pengetahuan baru seperti “ukuran dan bentuk kuping gajah itu berbeda di tiap habitatnya, atau usia kehamilan gajah yang bisa ampe 22 bulan!, dan gajah satu-satunya mamalia yg gabisa melompat”
Jadi apa salah kalo gw nanya pertanyaan yang terkesan retoris pada ahlinya? Bisa jadi kan apa yang uda gw ketahui selama ini salah, atau gw denger dari orang lain dengan kenyataan yang berbeda. Maka dengan bertanya pada ahlinya (harusnya) menemukan jawaban yang lebih sesuai.

Dan masi masalah gajah, apa seorang katakanlah ahli gajah akan memaksa gajah melompat untuk membuktikan dia gabisa lompat? Ga juga laah... terus dapet fakta darimana gajah gabisa lompat? Butuh ilmu lain dong, gabisa jumawa doi Cuma berkutat masalah gajah. Butuh logika juga, kalo kita liat di animal planet, walau udah dikejar predator, gajah gapernah lari, Cuma bisa jalan. Naah di sini logika dipake. Lari itu butuh fase seluruh kaki ga menginjak tanah (bisa dibilang lompat) maka tersebutlah fakta gajah gabisa lompat.

“Lha kok agan ini malah ngomongin gajah? Hubungannya apa?”
Pemakaian analogi dan logika berpikir itu seru gan. Biar ga Cuma muter ama satu fakta. Gw tau apa itu gajah (gw tau tentang keagamaan yang ingin gw tanya atau bahkan tes), kalo gw tanya ke yang disiplin ilmunya beda (di analogi tadi guru matematika) yang gw dapet ya pengetahuan standar, sama apa yang udah gw tau.. kalo gw nanya ama ahli namun belum menguasai (sebutlah ulama lokal setempat) yang dalam analogi tadi guru biologi. Ada ilmu yang gw dapet, tapi tetep ga cukup banyak untuk mengalahkan kejumawaan gw. Maka gw nanya ke yang lebih berilmu (dalam hal ini anda) yang dalam analogi tadi ahli gajah di pengayoman satwa. Apa konyol seorang muslim bertanya tentang agamanya kepada yang lebih paham agama? Ga dong....
“ya kalo pertanyaan kelewat tolol yang retoris?”
Ya dijawab aja, susah emang njawab? Kita pake analogi pertanyaan yang katanya tolol deh
“pak ustad, kenapa saya (laki2) ga boleh berjilbab?” <= retoris parah, tapi apa tolol? Ga juga. Kan tinggal dijawab “karena hijab itu kewajiban untuk wanita”
Dan gw berlogika, “kalo untuk wanita wajib, ga ada aturan laki dilarang berhijab dong?”
Makin tolol pertanyaanya? Ga juga, kan bisa dijawab “ga boleh... agama kita mengajarkan pria dilarang berpakaian menyerupai wanita, kalo hijab itu pakaian wanita, berarti lelaki ga boleh dong”
Kelar kan? tolol? Engga... pandir kalo nanya gitu? Mungkin, tapi ga salah kan kalo dijawab?

Okeh kita ke twit itu

Twit pertama, mencari cela atau salah? Ya pemikiran, kapasitas otak, tingkat pendidikan dan nalar manusia kan beda2... bisa jadi dia lebih pintar, bisa jadi si penanya lebih logis. Kalo ada perbedaan keberterimaan, ya sudah sewajarnya ditanya. “there’s no stupid question”. Kalo emang kaliber otaknya doi mampu, jawab aja. Ga susah kok. Kenapa mesti nyela?

Twit kedua, diam adalah jawaban bagi yang tak berhak atas jawaban. Jadi seorang yang bertanya tidak selalu berhak mendapat jawaban? Rasul aja menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan ke beliau. Dia siapa berani menghakimi orang tak berhak atas jawaban? Balik ke logika gajah, memang bertanya atau jumawa, kalo dijawab memang salah?

Twit ketiga, Orang pandir tak perlu didebat. Masalahnya siapa yang mau ndebat? Lha kami hanya bertanya bung. Tata kalimat mungkin terkesan memojokan, tapi tetaplah kami bertanya, jika tahu ya dijawab, jika tidak bilang tidak.

Twit terakhir, Karya memang bisa dikritik | namun jelas kritik itu bukan karya
Asli ngakak gw. Kritik jelas bukan karya? Coba deh buka gugel, cari vissarion Belinsky. Siapa dia? dia adalah kritikus terkemuka Rusia. Berani dengan lantangnya ngritik sastrawan yang tengah berjaya. Masi dibilang bukan sebuah karya? Coba deh di cek artikel-artikel yang dia buat, apa namanya kalo bukan karya?

Di sini gw menemukan sebuah pertanyaan baru. Jadi siapa yang pandir dan jumawa? Umat “bodoh” dengan pertanyaan “bodohnya” atau orang yang mengultus diri sebagai pendakwah dengan segala ketinggian hati hingga tak mau menjawab pertanyaan?

Tentu kita ingat dongeng masa kecil, ketika nabi muhammad SAW dengan setia dan ikhlas menyuapi pengemis buta yang selalu mengutuk dan mencemooh dirinya. Setiap hari ia datang membawa makanan, dan menyuapinya. Apa yang dikatakan pengemis buta itu? “muhammad itu pengikut setan, muhammad itu sesat” dan segala gunjingan lainnya. Pandir? Iya... dengki? Iya..jumawa? apalagi... tapi apa yang muhammad perbuat? Apa dia kesal dan pergi? Apa dia marah? apa dia diam dan berpikir bahwa yang dihadapannya hanya pengemis buta yang pandir? ENGGAK! Tetep aja dijawab apa yang dikatakan pengemis itu dengan kelembutan hati. Tetap dia suapi orang yang setiap hari menghinanya. Dan siapa anda berani mengatakan diam adalah jawaban untuk yang tak berhak memperoleh jawaban ketika manusia paling sempurna, imam dari segala imam, panutan dunia menjawab apa yang ia ketahui untuk setiap kritikan atau pertanyaan bahkan dari yang dianggap hina...

Kepada anda, kembali saya tanya, siapa yang jumawa hingga tak mau mendengar perkataan orang? Siapa yang pandir hingga tak mau menjawab pertanyaan orang? Apa pantas anda mengultus diri pendakwah ketika contoh kepandiran merasuki jiwa anda sendiri?orang bijak ga pilih lawan bicara... jika ia bijak maka kebijakannya akan tercurah bahkan ke kasta terendah....

Mungkin anda tak akan menjawab karena menyangka saya pandir, dengki,  jumawa dan sebagainya. Maka ketahuilah kebenaran tetap sebuah kebenaran walau keluar dari mulut anjing. Dan diam bukanlah jawaban. Kewajiban seorang muslim untuk mengingatkan sesamanya, bukan membiarkan mereka terjerumus lebih dalam. Dan jawaban yang mereka, kami cari. Bukan sebuah kebisuan dari yang mengultus diri pendakwah....

Ulasan Daktwit #UdahPutusinAja

Buku bersampul merah muda yang menjadi prahara di tengah gejolak kawula muda ini sudah cukup lama beredar di tengah masyarakat. Yup buku karangan ustadz cina (no SARA emang doi yang pamer begitu) menuai banyak kontroversi, ada yang menolak, ada pula yang mendukung. Dari judulnya aja udah kontroversial, Udah putusin aja…. hmm, tertarik juga gw baca di tempat (sebut saja gramedia), kenapa ga beli? Kenapa mesti beli kalo bisa baca di tempat, wkwkwkwk…. dan hasilnya di luar dugaan, kenapa? Gw sukses diusir satpam karena tertawa terlalu keras pas baca buku ini. lho jadi lo sesat cuy? Nope, gw emang ga begitu beriman, tapi gw ga terlalu bodoh untuk menelan analogi buku ini.

logika berpikirnya membuat gw mengernyitkan dahi, untuk orang yg mengultus dirinya pendakwah, peta pemikiran doi justru jauh lebih absurd. Entah caranya doi emang begitu, tapi apa iya hampir seluruh logika berpikirnya menjurus ke arah yang sama, juga ga ada kutipan sumber yang memadai (hadits atau hukum islam lain),hampir keseluruhan hanyalah logika pemikiran doi yang sangat subjektif, dan langsung men-judge jelek apa atau siapa yang menyimpang dari pemikirannya.

Baru sekarang gw mau nulis review buku ini, tapi gw gapunya bukunya, Cuma sering baca minjem, numpang ngakak. Jadi mungkin next kalo ada yang minjemin gw buku ini akan gw buat review lengkap seluruh halamannya. Sekarang revieew dari apa yang gw dapet dari internet dulu ya

Setelah peluncurannya, doi sering daktwit dengan tagar udahPutusinAja, dan gw menemukan kumpulan tagar itu di satu tempat yang sebagian besar tagar tersebut dikutip dari buku yang kita bicarakan. Let the story’s begin

pacaran itu menjalin silaturahim | “silaturahim itu hubungan ke kerabat, bukan pacaran”
keluarga pacar, bahkan pacar itu sendiri apa ga kategori kerabat?

pacaran itu bikin semangat belajar | “semangat belajar maksiat?”
Suudzon sekali, bukan gw munafik tapi ga sedikit yang dengan pacaran justru mendongkrak nilainya.

pacaran itu buat dia bahagia, itu kan amal shalih | “ngarang, btw, telah bahagiakan ibumu? ayahmu?”
ni kenapa negasi dan sanggahan ga berkorelasi? Weird….

pacaran itu sekedar penjajakan kok | “serius nih penjajakan? ketemu ibu-bapaknya berani?”
berani, lalu? Ini sanggahan macam apa?

kasian kalo diputusin | “justru tetep pacaran kasian, dia dan kamu tetep kumpulin dosa kan?”
ini baik komentar dan sanggahan sama anehnya, no comment

kasian dia diputusin, aku sayang dia | “putusin itu tanda sayang, kamu minta dia untuk taat sama Tuhannya, betul?”
bukankah menyayangi umatNya juga perintah? Dan memang pacaran menjadi salah satu bukti ketidaktaatan pada Tuhan?

putus itu memutuskan silaturahim | “silaturahim itu kekerabatan, sejak kapan dia kerabatmu?”
gw makin ga ngerti peta pemikirannya. Definisi kerabat yang dipake itu apa? menurut KBBI kerabat merupakan pertalian keluarga (keluarga besar), kalo itu yang dipake, sanggahan ini ada benarnya, namun menurut istilah kerabat merupakan pertalian dekat, saudara kandung maupun non kandung. Dan ingatlah hadits bahwa semua muslim itu bersaudara! Jadi siapapun muslimnya, juga terhitung kerabat. Lagipula ada yang salah dengan silaturahmi dengan ortunya?

nggak tega putusin.. | “berarti kamu tega dia ke neraka karena maksiat? apa itu namanya sayang?”
pikirannya mesum, apakah semua dalam konteks maksiat? Tidak bung, pacaran bukan Cuma tentang maksiat

aku nggak zina kok, nggak pegang2an, nggak telpon2an, kan nggak papa? | “nah bagus itu, berarti gak papa juga kalo putus”
ya karena ga ngapa2in, ngapain diputusin? Kok logikanya aneh

aku pacaran untuk berdakwah padanya kok | “ngarang lagi, dakwahmu belum tentu sampai, maksiatmu pasti”
memang ada yang salah? Memang ada yang pasti? Wong dakwahmu aja ga tentu sampai kok

nanti putusin dia gw gak ada yg nikahin gimana? | “pacaran tak jaminan, realitasnya banyak yg nggak nikah sama pacarnya”
another, statement yang aneh dan sanggahan yang tak kalah aneh. realitasnya jauh lebih banyak orang yang menikah dengan pacarnya

berat mutusin | “semakin berat engkau tinggalkan maksiat untuk taat, Allah akan beratkan pahalamu :)”
dalilnya?

nanti aku dibilang nggak laku gimana? | “bukan dia yang punya surga dan neraka, abaikan saja”
ini apaaa….statement’nya apa sanggahannya apa. kok ga ada korelasi?

kalo aku putusin dia, dia ancam bunuh diri | “belum apa2 pake anceman psikologis, dah nikah dia bakal ancem bunuh kamu!”
bruakakaka, kalo pacar yang model gini sih emang putusin ajaa

dia masi ada utang ke aku, berat mutusinnya | “hehe.. kamu ini rentenir ya? kl terusan hutangnya malah nambah”
idem

pacaran itu makan waktu, makan duit, makan hati | mending waktu, duit dan hati diinvestasikan ke Islam
statementnya sendiri sudah semantis untuk minta putus kan….

pacaran memang tak selalu berakhir zina, tapi hampir semua zina diawali dengan pacaran
dilihat dari logika berpikirnya akan terlihat bahwa si pendakwah memang mesum. Pacaran tak selalu berakhir zina, dan zina tak selalu berawal dari pacaran

pacaran itu disuruh mengingat manusia, bukan mengingat Allah | melisankan manusia bukan Allah
dengan mengingat umatnya yang taat akan membantu kita mengingat sang khalik, masalahnya dimana?

pacaran itu bikin ribet, dikit2 bales sms, dikit2 telpon, dikit-dikit minta dikirim pulsa (wah, sms mamah baru nih)
then u choosed wrong person to kept. Kalo pacarnya kek gitu sih emang putusin aja

pacaran itu dikit-dikit galau, dikit-dikit galau, galau kok dikit-dikit? hehe..
idem

lelaki, coba pikir, senangkah bila engkau menikah lalu ketahui bahwa istrimu mantan ke-7 laki-laki berbeda?
Masalahnya apa? berapapun mantannya yang penting ketika di pelaminan menjadi yang terakhir.

wanita, coba pikir, inginkah berkata pada suamimu pasca akad kelak “aku menjaga diriku utuh untukmu, untuk hari ini :)”
banyak juga yang pacaran memang ga ngapa-ngapain. Again, pikiran pendakwahnya yang mesum

Cinta tak selalu indah, karenanya perlu komitmen nikah | tapi nafsu tak perlu komitmen, makanya pacaran hanya pentingkan rasa nikmat
Karena pacaran juga butuh komitmen bung, dan sangat tidak bijak untuk kaliber “ustad” berpikir suudzon terhadap sesuatu. And again, pikirannya aja yang mesum

Sesuatu yang tanpa komitmen, tanpa ikatan biasanya disenangi lelaki | yang bisa dia buat jika dia suka, ditinggalkan bila sudah tak suka
Totem proparte, lelaki yang dimaksud mencerminkan si penulis sendiri. Again reflektivitas, and again, pikiran dia aja yang mesum

Kenapa lelaki senang hubungan tiada komitmen dan ikatan? | karena masa depan lelaki tak dinilai dari masa lalunya
Kata siapa? Sungguh ini salah satu bukti teori reflektivitas

Tapi wanita tak sama dengan lelaki, kehormatannya tiada kembali dua kali | sungguh tak bijak bila wanita rela hubungan miskin komitmen
Kekna definisi hubungan yang kami pikirkan berbeda, hubungan yg ustad cina satu ini pikirkan hanya hubungan badan semata

Pria dipilih karena masa depannya, sedang wanita dipilih dengan masa lalunya | perhatikan baik-baik agar tiada penyesalan
Teori dari mana? Pendapat siapa? Pendapat pribadi anda? Memaksakan pendapat pribadi pada khalayak, sungguh tidak bijak. Wanita juga ga mau kok nikah ama pria yang dulunya sering keluar masuk penjara. Dan apakah salah memilih wanita dengan masa lalu kelam jika ia telah bertobat?

Saat kehormatan sudah direnggut | wanita kalang kabut, sementara lelaki tinggal kabur
Reflektivitas….. he once the one that did it…. namanya lelaki ya berani tanggung jawab, dan kembali, jika statemen ini ada dalam bukunya, dan dikatikan dengan konteks pacaran, jelas kan pikirannya mesum.

Bagi lelaki yang sudah dapatkan keinginannya, hilanglah daya pikat seorang wanita | itu terjadi bila hubungan tanpa komitmen pacaran
Memang virginity dan kecantikan menjadi faktor penentu hubungan? TIDAK bung…kalo anda berpikir seperti itu, ya berarti anda yang mesum toh

Begitulah jamak terjadi, kata cinta diobral murah agar wanita lemah serahkan kehormatan | setelahnya semua cinta menguap tiada bekas
Tidakkah ada bahasan lain selain kehormatan? Lagi, pacaran bukan Cuma tentang seks semata. makin lama makin jelas toh dia mesum?

Nafsu itu mengamputasi akal, sedang cinta menguatkan akal | nafsu tiada pikir hari esok, yang penting nikmat sekarang
Melebar jauh dari inti. Ketika kata pacaran hanya merujuk pada selangkangan, dimana nama baik anda bung

Bayangkan, saat terlanjur direnggut kehormatan | bila dia mau menikahi, musibah bagimu – bila menolak menikahi, musibah sama
Kata pertama udah merusak semua statement. Ya gausah dibayangkan, tolak sebelum terjadi, kelar kan?

Menikahi lelaki yang sudah berani berzina sama saja menikahi pezina dimasa depan | bila dia tiada taubat, sengsara di depan nyata
Teori darimana? Pemikiran siapa? Ada sumber yang jelas? dalil? Dan pada statement berikutnya, terdapat kata “bila”, komen gw sama ama yang sebelumnya

Bila dia yang berbuat lepas tanggung jawab menikahi? | maka kehidupan bagimu berat, karena kau bawa beban teramat sangat
Idem

Karenanya tiada kebaikan sama sekali pada pacaran | itulah ancaman sebenar terhadap kehormatan wanita satu-satunya
Sama sekali bung? Woo hoo, gw bisa buat makalah dari statement ini hanya berdasarkan metode kuantitatif. Dan lagi, bukti bahwa definisi pacaran menurut ustad ini adalah selangkangan

Untuk apa alasan perkenalan, bila wanita dirugikan? | dalam taaruf bilapun tiada cocok, maka tidak sekalipun wanita disentuh
Sadarkah kaum hawa, bahwa sejauh ini dia memandang wanita itu rendah, begitu mudah disentuh bahkan diperawani. Pacaran bisa aja ga merugikan selama wanita bisa menahan. Dan wahai kaum wanita, kami pria juga ga setolol itu untuk berani berbuat dengan paksaan dan ancaman

Lebih baik lagi, bila sadar diri belumlah siap, jangan mulai apa yang tak mampu diselesaikan | tak perlu mulai ta’aruf, puasa saja
Sadar diri belumlah siap itu frase apa? kesadaran diri mungkin? dan sesungguhnya bagaimana kau akan tahu kau mampu bila kau tak berani mencoba

Ucapan “sayang” tidak menyelamatkan wanita dari kerugian | takut tiada berjodoh lalu pacaran, sama saja membeli sengsara masa depan
Memangnya orang pacaran itu karena takut ga jodoh ya? Landasan dasarnya-pun sayang dan percaya kan. dan jujur gw ga ngerti statement ini, kata sayang…memang sebuah kata tak menyelamatkan, tapi pembuktian dari kata itu yang menjadi faktornya. Kalo dia sayang, kalo saling sayang pastinya akan saling menjaga.

Bila saja wanita mengetahui apa yang dipikir lelaki saat pacaran, tentu dia akan tinggalkan detik itu juga | sayangnya tiada yang tahu
Bruakakakaka….. yang dipikirkan lelaki? Lagi kan…totem pro parte, reflektivitas. Hanya oknum yang berpikir akan menyetubuhi wanita ketika mulai mendekatinya untuk pacaran. Dan dari yang tersirat, doi salah satu oknumnya

Boleh kau anggap nasihat kami fiksi, sampai suatu saat jadi bagimu faksi | boleh kau anggap kami menakuti, sampai padamu terjadi
Nasihat? Sejauh yang saya baca ini adalah doktrin, karena nasihat tidak merujuk pada satu statement yang bersifat sangat subjektif

Pacaran 100% merugikan perempuan, cepat atau lambat | 100% menguntungkan lelaki, cepat atau lambat
Errr… gw bingung mesti nulis apa, terlalu aneh. konklusi tanpa adanya proses dan bukti yang disertai, nihil.
“anda bilang semua(100%)? Jika saya bisa memberi satu bukti sesuatu yang anda katakan tidak ada, maka seluruh argumen anda salah” (Mina Elfira P.hD)

jangan sampai pahala ramadhan yg 1/2 mati dikumpulkan berakhir dengan penyesalan 1/2 mati karena hilang kehormatan
lagi dan lagi, pacaran = selangkangan. Masih perlu dibeberkan bukti kemesumannya?

Dalam daktwit diatas terdapat beberapa hal menarik.
  1. Doi menyimpulkan sesuatu terlalu cepat, berpikir totem pro parte dalam sudut pandang yang sangat subjektif
  2. Ketika seorang penulis menyatakan sesuatu dengan yakin dan terperinci namun tanpa adanya bukti, antara ia tidak mengenal masalah itu maka menyampaikan secara utopias, atau memang dia sangat mengenal (menjadi bagian) masalah itu.
  3. (sangat) suudzon, yup…bukankah harusnya kita (muslim) berprasangka baik terhadap sesuatu? Namun dapat dilihat banyak twitnya yang langsung menyudutkan satu pihak dan mengkonklusi masalah dengan subjektivitas tinggi
  4. Merendahkan kaum.
  5. Keseluruhan isi dari tagar udahPutusinAja (yg juga isi bukunya) adalah argumentasi kosong dengan logika berpikir menyimpang dan sangat subjektif. Tanpa disertai bukti (yang harusnya argumentasi disertai fator pendukung argumen tersebut)
  6. Lelaki adalah mahkluk pengecut yang haus nafsu dan selangkangan, apapun dilakukan demi keperawanan, namun akan pergi begitu saja setelah merobek selaput dara
  7. Wanita adalah mahkluk lemah pengumbar nafsu yang dengan sangat mudah menyerahkan selangkangannya kepada pria tanpa memikirkan faktor lain. Ontologi, atas nama cinta semua akan rela
  8. Pacaran adalah proses penmesuman dan perobekan selaput dara. Sayang hanyalah kedok dalam prosesnya.

“Bila saja wanita mengetahui apa yang dipikir lelaki saat pacaran, tentu dia akan tinggalkan detik itu juga”
Gw menekan satu twit ini karena sangat “menarik” menurut gw. Lelaki di sini sangatlah totem pro parte, doi terlalu me-generalisasi (halah macem vicky). Secara semantis terlihat bahwa lelaki hanya akan mengincar hal yang tak diinginkan wanita ketika berpacaran (yg kembali dalam hal ini adalah selangkangan).

Keseluruhan isi daktwit ini adalah hipotesis awal berdasarkan sumber yang ditemukan, bukan berdasarkan proses penelaahan lebih lanjut terhadap lingkup fenomena tersebut. gampangnya,  hanya melihat fenomena pacaran dalam lingkup sempit berdasarkan stigma bahwa pacaran = hubungan seksual. Jika doi akan menuliskan (apalagi menyatakan) sesuatu hal tentang pacaran, harusnya ada penelitian mendalam terlebih dahulu tentang fenomena ini. bukan dari beberapa komentar belaka.

At last, sangat tidak arif, sekali lagi sangat tidak arif untuk figur sekaliber Felix siauw (yang notabene mengultus diri sebagai pendakwah) untuk menuliskan hal tanpa pertanggungjawaban (bukti) terhadap sesuatu. Dan lebih parahnya secara sangat suudzon menghakimi satu pihak dengan logika berpikir yang ga jelas.

Ketika gw dapet pinjeman bukunya, akan gw bahas seluruh isi buku tersebut, halaman per halaman, panel per panel, kalimat per kalimat. Be there soon